SG Antonio Guteres Opening remarks | HE Sri Mulyani Indrawati Opening Remarks |
1- Saya menyambut baik Women Leaders’ and economists talk ini 2- Resesi gobal dan Covid 19 menyebabkan immense human suffering di seluruh dunia. Perlu act now agar depressed & disrupted economic growth tidak berkepanjangan yg berdampak pada extreme poverty, hunger, rusaknya healthcare systems, dan education for children terbengkalai. 3- Pandemi mengancam Agenda SDG 2030, tapi untuk reverse progress SDG PBB sudah menetapkan rescue package 10 % dari global economy. Utk negara2 maju bisa pakai own resources atau printing money tetapi developing countries butuh paket2 tsb utk menyelamatkan ekonomi. 4- Hasil diskusi degn PM Jamaica dan Canada — mengatur pertemuan “Financing Sustainable Development” dengan global leaders utk mengidentifikasi how to finance the recovery dan to build back better. 5- Dari perwakilan 50 negara (governments, international financial institutions, United Nations agencies, private sector creditors dll ) membahas opsi2 utk menghadapi key challenges from global liquidity and debt vulnerability untuk better recovery 6- PBB butuh solusi konkrit, radikal dan solusi implementable sebagai comprehensive global response. Ini human crisis yg telah berkembang menjadi krisis development and financing. Developing countries membengkak kebutuhan public spending sementara tax, export revenues, inward investments dan remittances terjun bebas. Efeknya bisa jd painfully slow global recovery. 7- Dunia alami widespread debt crisis, antara bayar debt atau protecting communities and fighting the pandemic serta tidak punya akses ke financial markets . G20 sudah memulai debt service suspension bagi poorest countries dan supportnya harus berdasarkan vulnerability daripada GDP. 8- PBB mulai memikirkan durable solutions on debt yang menyediakan fiscal space bagi investments in recovery dan SDGs. 9- Selain dampak fiskal tadi, COVID-19 crisis berpengaruh pada external finance yaitu direct investment, exports dan remittances. Pandemi mendisrupsi supply chains and trade, maka akan berbahaya jika manufacturing dipindahkan ke developed countries, karena akan mengurangi resources bagi developing countries . 10- Hanya ada 10 % dari global leaders adalah wanita , PBB mengapresiasi decisive dan effective responses dari panelis diskusi agar mendapat insights and perspectives dari semua sehingga mendapat jawaban yang inclusive, resilient and gender-equal . | 1. Seperti menurut Secretary General: dampak pandemi pada sosial dan ekonomi global sangat signifikan, ekonomi memasuki resesi bahkan depression. Indonesia loosening progress yang sudah dilakukan 30 thn terakhir yaitu penurunan kemiskinan i.e. shared propserity mundur sekitar 5 tahun dalam 6 bulan pertama pandemi. 2. Dari sudut pandang SDG, pandemi berdampak pada people, propserity, dan partnership. 3. Bagaimana Indonesia rebuild atau rebirthing ekonomi: * Resource of financing untuk mencapai SDG tertunda, tax revenue menurun, kebutuhan spending untuk health, social safety net dan economy naik dramatis. Awalnya budget 2020 akan digunakan 1,7% untuk GDP deficit. Tetapi karena Covid 19 maka APBN direvisi dengan defisit hingga 6.7%. * Bagaimana arange finance dengan defisit yang membesar? Indo masih beruntung karena punya lower debt to GDP ratio pada sekitar 30%, naiknya sekitar menjadi 37% ratio. Source of financing bisa dari dari past saving, multilateral institutions yang membantu dalam isu kesehatan dan social safety net, other lendings from global financial institutions. * Concern ibu SMI adalah pada negara2 yang mengalami diskriminasi terhadap equal opportunity untuk catch up dan mengatasi pandemic-related issues dengan cara yang yang lebih accountable. * Akses dan prices sangat critical, bagaimana dengan hutang bagi negara2 dengan limited access dan mengalami high price bisa memiliki growth di bawah interest rate mereka? * Saran: 1/ countries harus mengejar more ambitious reform, misal untuk education, health, social safety net, atau quality of spending. Contoh di Indo, kita meningkatkan belanja dengan mendisain policy yang ambisius, didukung dengan sistem (edukasi/kesehatan) yang lebih baik maka terjadi quality of spending. 2/Investasi di IT: forcing WFH dan SFH dengan peranan infrastruktur digital mengubah country lebih go virtual untuk akses dan pelaksanaan business. 3/apakah global financial architect responding well dengan fiscal deficit di berbagai negara? Bagaimana dengan non-performing loan, jangan sampai menjadi krisis eknonomi dan finansial dunia in the next decade. Harus ada best policy response, misalnya relaxing supaya negara bisa merestrukturisasi prudential regulasi untuk bank dan perusahaan dalam melakukan adjustment. 4. Pandemi ini menyerang masyarakat segmen non-traditional, yaitu grass-root people juga. Sektor informal, SME, kaum miskin dan wanita, karena itu dalam mendesain rebirthing economy kita harus memperhatikan mereka yang excluded dari benefit government policy serta dari sisi gender (peranan wanita). Di Indonesia fase pertama restructuring dari pandemi digunakan untuk semua wanita/SME yang menerima subsidi dan restrukturisasi hutang supaya survive. Perlu sharing dari other economists around the world. |
UN Deputy SG Amina Mohamed opening remarks | Managing Director IMF Kristalina Georgieva video remarks |
1. kita membahas new global economy in di mana finance menjadi sarana (bukan tujuan) yg menyeimbangkan kepentingan people dlm hal trade, debt vulnerability serta external finance. Mengutip artikel majalah, kita “revolutionizing their field”, “flipping priorities” and “challenging outdated models and measures” bersama para wanita yang memiliki ability and credibility utk mengubah dunia 2. kami membutuhkan insights saudara untuk memahami the value chains of the future yang lebih sustainable dan fair, serta argumen yang meyakinkan private creditors serta rating agencies utk mempertimbangkan tugas mereka dengan wider perspective hingga ke societal effects. 3. External finance perlu berubah, dibutuhkan partnership dengan financial markets mengubah the balance dan mencapai SDGs karena investasi tidak boleh hanya ttg profit at any cost tetapi juga harus benar. 4. dengan rebirthing, kita atasi inequality dan environmental degradation. The new global economy harus berdasarkan consumption dan production yg sustainable, infrastruktur yg menjamin akses pd opportunities bagi semua. 5. Kita perlu mentransformasi lembaga— private dan public — yg menjamin demokrasi dan markets yg accountable to all people, serta menciptakan partnerships yg green, lebih inklusif, serta fairer response and recovery. Tantangannya adalah geopolitis, technologi and intergenerational shifts. Belum ada modelnya. Globalization dan liberal markets sdh jd paradigma yg gagal, kita perlu menciptakan model yg mengutamakan people dan planet kita bagi the next generations. 6. Pandemi, inequality akut, climate change, demographic shifts, civic space yg menyusut, hilangnya privacy, kota besar tidak memandang digitalized and robotized economy maupun traditional jobs. Dan ini adalah tragedi. Pemulihan kembali ekonomi global adalah kesempatan untuk memberdayakan mereka untuk menghadapi tantangan yg makin besar. | 1. krisis yang luar biasa butuh respons yang luar biasa. Intinya bagaimana kami invest yg mendorong strong growth, creating jobs, low carbon, climate resilience, masyarakat yg lebih inklusif dan equitable, dan membangun better future. |
President ECB Christine Lagarde remarks: |
1. The worst is behind us secara makroekonomi. Recovery bisa jadi uncertain, uneven, membutuhkan patience, berdampak pada meningkatnya debts, inequality, dan unemployment, vulnerability jadi meningkat. 2. Dibutuhkan kerja keras semua (policies & tools) dlm situasi kritis ini coz harus transformasional, proximity, digital, green, sustainable, full of solidarity. 3. Saatnya gunakan rational intelligence & emotional intelligence dlm membuat model untuk addressing the challenges |
Bahasan Tentang External Finance |
Prof. Mariana Mazzucato (UCL) | Leila Fourie (JSE) Afrika Selatan |
1. Perlu diketahui bahwa tidak pernah ada lack of finance, tp apa yg dilakukan finance dan kemana finance dihabiskan. Dlm krisis finansial triliunan dollar dikucurkan dlm sistem berakhir mostly kembali lagi ke dlm financial system, hanya sedikit yg dipakai utk real economy, sisanya masuk ke finance insurance real estate (FIRE). Bagaimana kami yakin jika bank sentral fokuskan alokasi ke kredit daripada untuk likuiditas? 2. Lalu type of finance jg jd masalah baik di negara maju dan berkembang. Banyak pembiayaan impatience pdhal yg diperlukan utk mempercepat development, innovation, dan investment-led growth adalah pembiayaan yg patient, long-term (umumnya oleh institusi perbankan yg berbeda jenisnya) 3. Development banking institutions tadi menghilangkan peluang untuk menciptakan conditionality yg lebih kuat, jika kita ingin serius dalam SDG kerjakan 169 ambitious goals belakangan. Pemerintah dan berbagai lembaga keuangan transnational perlu sediakan pembiayaan tersebut. (dia sebut contoh di Denmark, Perancis, USA) 4. Perlu memikirkan aligning cara financing kita dengan industrional strategy yg lebih transformasional (lintas sektor) dengan menetapkan condition untuk mendapatkan funds dari government –> stakeholder governance capitalism yg condition-driven | 1. Afsel hadapi krisis eksistensial dlm emerging market karena climate change tetapi tidak punya problem dengan availability of funds, tapi pd how to allocate funds. 2. Afsel perlu memahami konsep sustainable development dan kaitannya dengan international finance sbg bagian integral dari recovery ekonomi yg menentukan sustainability dan masa depan emerging markets. 3. Kompleksitas yg dihadapi emerging markets ada 3 level yg membatasi kemampuan mereka dalam memenuhi SDGs: 1/ cost of debt servicing 2/ exchange rate volatility 3/compounding effects of growth challenges Krisis yg terjadi saat ini berada di atas krisis perubahan lingkungan ekonomi sbg akibat dari GFC. Pemerintah Afsel berangkat dari tidak ada stimulus fiskal dan moneter untuk menghindari resesi berulang sehingga berakibat meningkatnya public debt thd rasio GDP. Ketika tingkat bunga mencapai nol, pemerintah menggunakan kemudahan kuantitatif dgn harapan agar lembaga keuangan mendistribusikan likuiditas untuk menjaga ekonomi berjalan. Ini cukup membantu . Tetapi karena mengahadapi bull market dan terjadi dislokasi uang dari ekonomi riil, S&P naik 5x lipat dekade terakhir, distribusi likuiditas tidak merata, dan recovery yg terjadi menyelesaikan masalah yg dihadapi masyarakat umum tapi tidak mengurangi kesulitan hidup dan emerging markets. Krn suku bunga tetap rendah dan ekonomi membaik menekan kenaikan debt servicing cost, ekonomi yang membaik menguntungkan para beneficiaries dan bukan emerging markets. 5. Intinya emerging market mengalami debt servicing cost yang sangat tinggi, exchange rate yang lebih tinggi, dan berakibat pada low growth. Bagaimana Afsel menciptakan sustained growth dan menyelesaikan inequality di antara emerging mareket countries at the developed growth agar tidak tertinggal? |
Antoinette Sayeh (IMF Deputy Managing Director) from Liberia | Prof. Naela Kabeer (LSE) |
1. Availability of financing saja tidak cukup, ke mana uang dialokasikan juga penting. 2. Poor countries mengalami multiple shocks: pandemi, contracted global demand, harga commodity trade menurun, tourism explosion, remitens menurun dll mengurangi kemampuan own financing dan membutuhkan external financing. IMF ada dana tersebut tanpa conditionality US$25 billion kepada 72 countries terutama utk penanganan health crisis dan bertahan hidup. Countries diharapkan berkomitmen dengan auditing dan reporting yg baik. 3. Economic repair tentu butuh waktu, proyeksi growth oleh IMF thn 2020-2021 membutuhkan repair yang panjang, sangat rumit maka financing poor countries tetap dilanjutkan. Debt relief inisiatif dari G20 tetap dilanjutkan, kreditor swasta harus berkontribusi. 4. Kita semua harus berkontribusi utk build back better. Telah disediakan dana utk emergency financing (phase 1) & akan disiapkan utk recovery financing (phase 2). | Menjawab conditionality dikaitkan dengan isu sustainability dan inclusive growth: 1. Tidak yakin dengan seberapa jauh bisa diterapkan tapi conditionality seharusnya terjadi, tapi ide memberikan sangat banyak uang kepada masyarakat dengan akuntabilitas terhadap masyarakat yang lebih luas lagi perlu ditinggalkan 2. Di Inggris, paket stimulus yg diumumkan selalu tentang “building” infrastruktur fisik. Ini jadi bahan fokus pembicaraan feminist economists: intensitas tenaga kerja, intesitas pekerjaan, dan efek multiplier dari investasi terhadap masyarakat. Saat krisis menyentuh kapabilitas manusia scr fundamental, kita perlu membangun untuk masa depan, bukan hanya agar keluar dari krisis tapi supaya bisa resilien. 3. Ini tidak harus digambarkan sebagai conditionality tapi lebih sebagai penekanan pada menciptakan pekerjaan yg mendukung kesehatan, pendidikan, keterampilan dll karena infrastruktur seperti itu yg dibutuhkan ekonomi jika harus menghadapi krisis di masa depan 4. Saya tidak mengabaikan ide ttg stimulus tapi kita harus melihat jauh kepada grassroots: apakah key assets yang menjadi mata pencaharian mereka, yaitu human capabilities 6. Jangan cari solusi gaya lama, coba berinvestasi pada people’s skills, health dll. |
Vera Songwe (ES UN Economic Commission for Africa) | Prof. Stephanie Kelton (SBU) |
Menjawab ttg debt dan international trade: 1. Arah perginya resources: mulai membangun ekonomi yang creating real value (vs creating paper value/nilai fiktif spt asuransi dan real estate), IMF belum lakukan itu dalam 10 thn terakhir. E.g. agriculture: Debt tidak akan create value pada aset supaya bisa dijual lagi sedangkan trade & kapasitas produktif tidak meningkat standarnya. Jadi kaitkan financing dengan layanan yang dihasilkan. 2. Diversifikasi ekonomi. Tidak akan mulai dibahas jika hanya membicarakan financing saja. Conditionaly harus pada apa yang kita produksi. Saya menentang safety nets karena hanya menjadi huge transfer ke negara berkembang tapi tidak membuat mereka produktif dan tetap membuat mereka miskin seperti di Afrika. | Menanggapi Vera Songwe: 1. Sepakat. Selama ini kita membantu negara berkembang melalui sarana expor supaya mereka menghasilkan dollar US kepada kreditor sebagai balasan pada hutang abadi. Seharusnya kita membantu mereka supaya keluar dari status sbg negara berkembang. 2. USA sbg global leader harus punya peranan penting dalam menciptakan dan mentransformasi trade arrangements dgn cara menetapkan standar misal standar ekologi lebih ketat, proteksi kuat angkatan kerja, berbagi green technologies dan kekayaan intelektual, membangun keamanan pangan, kesehatan dan energi, agar mereka tidak tergantung pada impor. 3. Harus ada komitmen financial dan non-financial dari negara maju. |
Caroline Freund (WB Director) | Bogolo Kenewendo (Bostwana) |
1. Makin banyak negara yang mengalami resesi bahkan sejak 1870. WB menyumbang bagi resesi itu dengan external financing project 160 juta US$ dlm 15 bulan. Ini kecil jika dibandingkan dengan jumlah uang triliunan $ ke negara maju. 2. Bantuan WB dibelanjakan untuk kesehatan dan rekstrukturisasi masyarakat (SOE dan SME & lapangan kerja yg hilang). Jadi WB sangat membutuhkan reformasi supaya ada recovery dari trade (ttg investasi, bisnis) 3. Bahaya saat ini yaitu limited global cooperation saat terjadi krisis keuangan global 4. WB belum bisa menaikkan pajak korporasi. Agar negara2 dapat meningkatkan resourcesnya butuh kerjasama pajak, kerjasama trade dll. | Tentang TIK dan digital cooperation 1. Covid 19 memaksa dunia untuk memikirkan new world dan new normal dengan digitalization. 2. Digitalization memudahkan service delivery dan transformasi ekonomi 3. Terkait Inclusive digital economy: budget utk TIK (4%) dan ICT policy-making (1%) terlalu kecil untuk building back stronger coz butuh infrastruktur digital. 4. Terkait domestic financing: banyak likuiditas misal di Bostwana dan Ghana, kami melihat capital flight karena pemerintah tidak memanfaatkan domestic capital. Ini karena masalah kapasitas melakukannya secara terstruktur dan masuk akal untuk membangun ekonomi lokal. Karena itu SME development dan proteksi resiliens sektor informal kami jadi kunci penting dalam SDG. |
Kate Raworth (Oxford) |
Tentang doughnut economy (DE), debt dan trade 1. DE: tujuannya tidak ada orang yang kekurangan satu pun dari 12 essential needs of life dan juga tidak melampaui support system kehidupan di planet. Yang penting dalam abad 21 adalah balance. 2. Terkait finance: kita mewarisi sistem finance abad 20 bahkan abad 15, yang didasarkan pada idea bahwa finance akan kembali dalam bentuk finacial return yang terus terakumulasi tanpa akhir. 3. Humanity dan kesehatan planet harus ada keseimbangan. Ada kontradiksi fundamental di sini. Kita tidak dapat redesign sistem iklim dan bumi jika rusak, tapi financial system bisa didesain ulang. Kita harus rebirth finance menjadi in service to humanity and planet. |
Bahasan Tentang Debt |
Minouche Shafik (LSE) | Prof. Stephanie Kelton (SBU) |
Tentang debt restructuring 1. Keadaan ekonomi telah mengubah ecomic rules karena debt accumulation untuk penanganan krisis. Negara dgn eknomomi pakai physical measures hutangnya bisa naik 10-20% karena volume belanja yg belum pernah terjadi sebelumnya dan negara berkembang tidak punya kapasitas itu. Karenanya perlu debt moratorium, debt relief, tambahan IMF resources selain alokasi SDR tambahan sebagai cara tercepat bagi menkeu poor countries untuk dapat uang. 2. Menurut saya cash tranfer adalah sebagian solusi jangka pendek, saya pelajari 80an laporan cash tranfsfer scheme di seluruh dunia. 3. Cash transfer diberikan dlm bentuk asset transfer juga menjadi solusi. (contoh scheme di Bangladesh) 4. Ada 3 cara agar countries bisa bayar hutang: 1/ austerity (penghematan) 2/ growth 3/ represi finasial dan banyak negara melakukan kombinasi 3 cara tadi 5. Cara terbaik adalah growth bagi negara berkembang. Karena menurut pnegalaman analisis debt sustainability di IMF, 0.5% poin GDP adalah transformatif, meningkatkan sedikit growth membuat level of debt sustainability naik. Maka kuncinya gunakan accumulated debt untuk investasi produktif agar keluar dari hutang. | Menanggapi perlunya rewiriting debt rules: 1. Transfer lebih baik dari pada loans. Hindari menjebak negara dengan hutang dan debt service tidak berkesudahan dan membuat mereka tidak bisa fully-developed. 2. Ada negara berkembang yang punya kapasitas fiskal yang lebih. Semakin negara tergantung pada critical imports (energi, food, medicine, technology) semakin dia tidak bisa keluar dari jeratan pinjaman foreign currency, suku bunga naik, hutang lagi ke IMF dst. Dia bisa pilih growth atau hutang melambung. 3. Kita menghadapi common enemy, butuh sesuatu mirip Marshal Plan yaitu negara2 yang kuat dan maju menyediakan aid dan assistance bagi negara lain. Kita jangan hidup dengan pembagian developed dan developing countries lagi. Jangan lagi negara berkembang tetap seperti itu selama 30 tahun.. |
Prof. Mariana Mazzucato (UCL) | Kate Raworth (Oxford) |
1. Ketika membicarakan public debt sebenarnya yang terjadi adalah hutang swasta, maka itulah sumber krisis finansialnya. Contohnya debt relief dari private debt di Inggris bukan relief tapi hanya penundaan pembayaran mortgage, menyebabkan krisis krn upah tidak naik, masyarakat berhutang untuk hidup, dll. 2. Contoh lain di Italia GDP naik karena denominator tidak naik dan karena belum belanja dan investasi di area stategis (human capital, pendidkan fromal, R&D) sebagai pendorong growth jangka panjang. Tetap ada krisis di Eropa yg sudah ada conditionality in investing untuk menurunkan defisit. | 1. Jika membicarakan financial debt selalu tentang poor countries berhutang pada rich countries. 2. Ada hutang lain yaitu ecological debt. Semua negara maju merusak planet, iklim dan sistem ekologi kita. Itu hutang mereka pada negara miskin karena merusak prospek kemajuan mereka. 3. High income countries melalui lembaga era kolonial semacam WB yg didominasi USA menentukan apakah financial debt bisa diberikan dengan voting, sedangkan yang berdampak pada ecological debt mereka boleh voluntary contributions dengan Paris Agreement. Ini abad 21, kita harus dekolonisasi lembaga pembangunan, kita harus seimbangkan financial debt dan ecological debt antar negara. 4. High income countries jangan melampaui planetary boundaries dan transfer resources pd lower income countries agar mereka bisa mengembangkan own sources of wealth. |
Prof. Naela Kabeer (LSE) | Vera Songwe (ES UN Economic Commission for Africa) |
1. Yg disampaikan Kate sangat fundamental. Kita selama ini fokus pada sisi finansial dan belum menyadari perubahan yang terjadi. 2. Diskusi Minouche dengan Vera tadi ada ketakutan bahwa kita di masa depan tetap berlanjut dengan batasan sosial dan ekonomi. Saya setuju dengan saftey net menurut Vera, kita perlu gambaran social policy yang lebih besar daripada safety net. Aset transfer menurut Manouche di Bangladesh sangat menggambarkan maksud saya bahwa aset transfer diikuti dengan investasi pada kapasitas dan keterampilan manusia dengan aset ekonomi mereka sendiri. 3. Kita harus terus melihat hubungan antara ekonomi dan sosial, concern saya adalah what social policy can do agar recovery ini lebih sustainable. | Terkait international trade. 1. Tgl 11 Juni Apple dapat 1.5T dollar dari critical inputnya yaitu cotton. 80% cotton diproduksi di DRC/Congo yg mengalami krisis hutang dan sulit melunasinya, dijual 40-80$ tapi di market dijual 400$.–> The new trade environment yaitu menghilangkan semua perantara antara original product dengan end product. 2. Saat ikuti internet fair antara women agriculture di Rwanda dengan China electronic world trade platform, kurang dari 1 menit kita dapat menjual 1.5 ton kopi Rwanda seharga 12$/pack (8$ jika pakai perantara). 3. Dampak positif dari crisis yaitu Rwanda dapat menjual 30,000 USD dalam 10 menit. 3. Shoutout kepada WTO untuk mereview fungsi intermediary, terutama bagi Africa yang sangat painful dgn CAFTA. Globalisasi dan global trade itu penting tapi ciptakan longer supply chain dan value addition bagi Africa sebelum kita bertukar barang. Seperti kasus cotton, dari 40$ itu dikirim ke China, Malaysia, dll untuk diproses, Africa tidak melihat valued dari komoditasnya. 4. Africa tidak bisa membuat sarung tangan harus impor plastik dan 54 negara menutup pasar mereka. Hutang bengkak karena harus beli gloves, padahal 60% karet dunia dihasilkan Africa. Daripada memberi kami saftey net, beri kami pabrik gloves, para wanita akan bekerja, kita ciptakan lapangan kerja, memasukkan teknologi dan transfer capacity. Inti: redefine safety nets ke dalam productive process. |
Caroline Freund (WB Director) | Bogolo Kenewendo (Bostwana) |
1. Supply chain digitalization bagi perusahaan sangat membantu memotong perantara trade. Masalahnya adalah kekuatan monopoli dari buyers seperti kasus Apple yang bisa menegosiasi dengan suppliers karena punya 80% pasar dunia. Teknologi meningkatkan services in trade saat ini. Sekitar April 20% penurunan trade dilihat dari shipping data, tetapi sudah naik lagi bulan Mei. 2. Menanggapi Stephanie tentang stagnannya negara berkembang selama berdekade, ingat bahwa periode 1990-2008 adalah periode convergensi, di mana negara berkembang tumbuh lebih cepat dari negara maju karena mereka berintegrasi dengan world economy, jadi trade benar2 menawarkan jalur ke development jika kita bisa re-energize trade. Dengan trade terjadi cooperation menghapuskan intermediary, bernegosiasi dengan multinationals, menangani isu2 yang merusak sistem trade (subsidi dll), mulai memikirkan new economy, semua itu butuh kerja sama. | 1. Tahun lalu kita berkepentingan dengan multilateral trading system menghadapi perang dagang antara US dan China. Tahun ini kita melihat lebih banyak kebijakan proteksionis sebagai respons Covid-19. 2. Tantangan pertama, kebijakan proteksionis dapat membahayakan negara berpendapatan rendah atau berkembang, pendekatan “mengemis tetangga” hanyalah semasa krisis.Seharusnya ada agreement sekarang (seperti dgn OECD 2009-2010 lalu) bahwa tidak akan memaksakan kebijakan proteksionis bagi trade dan investasi 3. Terkait lingkup multilateral kami ingin WTO agar melakukan reformasi 4. Terkait lingkup micro trading, saat ini SME sektor informal kami punya peran penting. Trader Africa paling banyak adalah wanita yg melakukan cross-border tradings. Cash tranfer kepada SME dan sektor informal sangat dibutuhkan pasca Covid-19 ini. |
Terkait solusi/ inovasi/ closing remarks |
Prof. Stephanie Kelton (SBU) | Prof. Mariana Mazzucato (UCL) |
1. Export adalah real cost dan import adalah real benefit. Membicarakan contoh Vera, ketika Anda tidak bisa mendapat rubber gloves maka export karet dia adalah real cost, bukan berarti bahwa trade tidak menguntungkan, tidak ada gain dan profit bagi negara, tapi apakah Anda mengorientasikan ekonomi anda pada produksi untuk ekspor agar punya pendapatan yang akan anda gunakan untuk membayar hutang. 2. Jika membicarakan saftey net dan transfers, yang dipahami Vera adalah safety net bagi kreditor. Safety net ada untuk menjamin dollar terus mengalir dan didaur ulang dan kembali kepada kreditor. | Isu utama adalah bagaimana kita mengatur trade. Salah kelola trade selama ini terkait health care dan health care products. Hak kekayaan intelektual disalahgunakan (misal vaksin) 2. Saat kita bicara public investment dan kita tidak bisa mengaturnya untuk mencapai inclusive dan sustainable growth maka menjadi kegagalan masif. 3. Adam Smith’s teori tentang free market, yang dia maksud free di sini adalah bebas dari rent, intermediation yang kita bicarakan dari tadi adalah bentuk rent/pinjaman. |
Minouche Shafik (LSE) | Leila Fourie (JSE) Afrika Selatan |
1. Saya khawatir jika advanced economies lebih menekankan manufacturing activity dengan akibat automation dan concern pada supply chain, itu tidak akan baik bagi developing countries. Karena mereka akan meyakinkan production facilities pada home market, akan memproduksi di home market, tapi juga mengekspor hasilnya ke seluruh dunia. Jadi labor cost menjadi bagian kecil dari auction cost yang bisa mereka penuhi di pasar mereka sendiri dan akhirnya growth opportunity negara berkembang jadi hilang. 2. Perlu dipikirkan lagi pola trade dan supply chain yang tidak mengerdilkan negara berkembang. | 1. Globalisasi yang kita lihat adalah akibat dari Trump dan hubungan USA-China. Penting untuk menjamin bahwa ada multilateral agreement untuk melindungi developing world, dan African FTA merupakan satu langkah ke arah itu. Kita butuh lebih banyak lagi. |
Prof. Naela Kabeer (LSE) | Kate Raworth (Oxford) |
1. Cross-border trade di Africa dan women dual-value chain di Bangladesh ada kesamaannya yaitu violence. Saat memikirkan kebijakan ekonomi, kita harus beri pertimbangan lebih kepada governance dan rule of law, sehingga siapapun yang terlibat dalam trade tidak akan menderita. | 1. Kita memiliki global supply chain yang begitu centralized dan monopolized, banyak perusahaan seperti Apple mendapat banyak global value dan hasilnya melahirkan banyak milyuner baru. 2. Kita perlu mengubahnya menjadi distributed global supply chains, jadi kita perlu ekonomi circular di mana resources berputar secara lokal dan ide2 bergerak global untuk menghubungkan local ability untuk menghasilkan distributed communication systems dengan global networks sehingga menghentikan centralization oleh segelintir orang. |
Wrap Up |
Dr. Ngozi Ogonjo Iweala (Nigeria) | Alicia Barcena (ECLAC Executive Secretary) |
1. Common threat: isu vulnerability masyarakat dan kita berkumpul untuk membahas bagaimana mendukung countries memenuhi SDGs dan mencapai Agenda 2030. 2. Injustice, inequality dan imbalance sudah terjadi sebelum Covid 19. Covid memperburuknya tapi membuat kita interconnected. Kita butuh cooperation dan bekerja dengan solidaritas untuk keluar dari masalah. 3. Isu finance untuk membantu poor countries sebenarnya bukan isu finansial tapi masalah keadilan. Trade harus dilakukan to make better masyarakat terbawah di negara2 miskin. Beri kesempatan negara mengembangkan value chains sendiri. 3. Inovasi harus memikirkan tentang people, planet, create value in own country, sehingga kita bisa membicarakan sustainability dan kenaikan standar hidup negara. | 1. Membangun kembali ekonomi global dari kacamata inclusion dan sustainability, wanita adalah aktor utama how to build back better untuk sutainability dan equality. 2. Negara miskin dan negara berkembang banyak mengalami inequalities dan stuctural deficiencies 3. Kita perlu setuju secara internasional kunci utama: digital over physical; solidarity as priority 4. Krisis saat ini sangat sistemik, tidak bisa ditangani kasus per kasus seperti maunya private creditors. Perlu redefinisikan struktur finansial internasional. Directing of finance, kaitkan pembiayaan dengan kebijakan industri dengan good conditionalities. 5. Cash tranfer juga penting. Investasikan pada grassroot economy. 5. Perlu transformasi lembaga2, memperluas partnership, mengutamakan multilateral institutions 6. Perlu punya mekanisme trade yang lebih adil bagi WTO agar ada trade dengan real value. |
Co-Convenor HE Sri Mulyani Indrawati (MOF Indonesia) | UN Deputy SG Amina Mohamed |
1. Kita masih mengidentifikasi permasalahan2. Pertanyaan bagaimana kita akan mengatasinya (financing, debt, trade) belum cukup tergali 2. Sudah banyak dibahas conditionality, tapi yang belum adalah ownership setiap negara untuk melakukannya. Kita tidak bisa mengenakan conditionalities dari sektor financing dan dari kreditor, banyak bukti bahwa itu tidak sustainable. Bagaimana kita menciptakan stronger ownership dan kemampuan untuk melakukan reformasi? Insentif seperti apa belum dibahas. 3. Kita membahas cooperation pada level global, bagaimana kita bisa membicarakannya saat ini jika partnership dan cooperation tanpa leadership. How? Bagaimana multilateral institutions (UN,WB, IMF dll) dapat menciptakan cooperation? Leadership, negara besar mana yang bisa provide misal G20 menjadi platformnya, ini masalah lacking of leadership. Tidak ada common ground atau shared objectives di tingkat pimpinan negara. 4. Reform tingkat multilateral: siapa yang seharusnya melakukan? Pengalaman saya bekerja di WB, shareholder dan membership bersama yang meminta real reform. “How” belum kita gali. Kita akan bahas di next meeting. | 1. Women economists Anda semua sudah menjelaskan dengan jelas what can do, dan UN bisa memimpin dan meneruskan ke dunia. 2. Kami mendapat berbagai perspektif, dapatkah kita mengambil tantangan itu dan melihat financial architecture secara lokal dan global. Sudah banyak yang dilakukan secara global tapi tidak ada connection pada apa yang terjadi di akar bawah. Kate mengatakan ada ancaman eksponensial yang terjadi saat ini dan dengan melihat conditionalities yang jahat , padahal seharusnya yang menyelamatkan kehidupan planet dan manusia 3. Tentang cash transfer dan program proteksi sosial, jangan biarkan masyarakat hanya di atas ambang kematian tapi harus bisa survive dan berkembang. 4. This is about man and women, kita perlu leadership untuk mulai membentuk masa depan bersama. Pertemuan kita ini untuk profiling, berbincang, dan mendapatkan suara dari para wanita untuk masa depan lebih baik bagi semua. 5. Seri ke depan yaitu dengan young people utk bahasan lintas generasi agar UN dapat insight yang berbeda dan lebih responsif. 6. Pria dan wanita sama2 bisa take up leadership untuk keluar dari krisis ini. |