Kementerian Keuangan berusaha merespon tantangan dalam mengelola APBN di tengah kondisi yang penuh dengan ketidakpastian akibat dinamika perekonomian, iklim, dan sumber daya manusia, terlebih saat ini yaitu pandemi Covid-19. Kementerian Keuangan melalui skema Kemenkeu Corporate University (Kemenkeu Corpu) merupakan contoh organisasi yang menerapkan learning organization sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan misi menerapkan kebijakan fiskal yang responsif dan berkelanjutan yang didasari upaya pengelolaan Sumber Daya Manusia yang adaptif
sesuai kemajuan teknologi. Dengan adanya Learning Organization, maka setiap elemen organisasi di Kemenkeu memiliki tugas dan tanggung jawab untuk terus belajar sehingga dapat menangkap peluang yang ada untuk terus mengembangkan diri. Implementasi Learning Organization di lingkungan Kementerian Keuangan merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh individu, tim dan unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Implementasi learning organization di Kementerian Keuangan mengacu pada sebuah pendekatan sistem yang terdiri dari 10 komponen sebagai penggerak LO. Ke 10 komponen penyusun learning organization itu adalah strategic fit and management commitment, learning function organization, learning spaces, learning solutions, leader participation in learning process, learners, knowledge sharing culture, learning value chain, learners’ performance, dan feedback. Gambar berikut ini mengilustrasikan hubungan ke 10 komponen dimaksud dalam suatu kerangka IPO (input-process-output) sistem pembelajaran:

Dinamika proses 10 komponen Learning Organization diawali dengan komponen pertama yaitu strategic fit and management commitment. Komponen ini merujuk pada strategi dan komitmen pimpinan untuk membangun budaya belajar sebagai elemen penting terwujudnya learning organization. Pimpinan dengan kewenangan strategis dalam penentuan arah organisasi dan pengelolaan sumber daya diharapkan dapat menjadi inisiator upaya pembangunan budaya belajar karena pada level inilah dirumuskan kebijakan yang akan mengikat seluruh elemen organisasi. Komponen pertama ini memiliki 4 subkomponen, yakni visi, budaya, strategi, dan struktur.
Komponen kedua adalah learning function organization yang memastikan bahwa organisasi menjalankan fungsinya dengan baik terkait dengan aktivitas belajar di dalam organisasi. Komponen ini merupakan lanjutan dari komponen strategic fit and management commitment di mana setiap strategi dan komitmen pimpinan ditindaklanjuti dan dilaksanakan oleh organisasi, baik itu terkait pelaksanaan visi, implementasi strategi, pembangunan budaya belajar, dan penguatan struktur pendukung pembelajaran.
Komponen ketiga adalah learners yang meliputi tiga level learner atau pembelajar yaitu, level individu, kelompok/tim, dan organisasi. Ketiga level pembelajar, sebagai subkomponen learners, melakukan proses pembelajaran mulai dari menciptakan pengetahuan, memperolehnya, kemudian mentransfer pengetahuan tersebut sehingga terjadi perubahan perilaku yang merefleksikan pengetahuan dan insight baru yang diperoleh. Aktivitas belajar tersebut melibatkan sikap mental, motivasi, serta kebiasaan dalam belajar. Hasil belajar learners akan tercermin pada komponen learners’ performance.
Komponen keempat, knowledge management, menggambarkan proses belajar learners mulai dari identifikasi, dokumentasi, pengorganisasian, penyebarluasan, pemanfaatan, dan pemantauan atas bentuk-bentuk pengetahuan yang dibutuhkan oleh organisasi. Termasuk di dalam komponen ini adalah pemanfaatan portal Knowledge Management System (KMS) sebagai media penyimpanan aset intelektual yang diperoleh dari pengelolaan pengetahuan. Melalui media ini diharapkan setiap elemen organisasi memiliki kemudahan dan terbiasa melakukan aktivitas berbagi pengetahuan dan secara berkelanjutan meningkatkan manfaat dan nilai atas pengetahuan yang berhasil diciptakan. Komponen knowledge management memayungi aktivitas komponen learning value chain yang menggambarkan proses pengelolaan pembelajaran, baik pembelajaran yang dilakukan melalui pelatihan maupun pembelajaran non pelatihan. Komponen learning value chain memiliki keterkaitan erat komponen learning solutions dan learning spaces.
Untuk dapat melakukan aktivitas pembelajaran dengan baik, kepada learners diberikan dukungan dalam bentuk kesempatan dan sarana-prasarana penunjang belajar, yang menjadi komponen kelima dari LO. Komponen learning spaces yaitu dukungan belajar yang diberikan organisasi kepada learners dan menjadi salah satu wujud dari komitmen pimpinan di dalam penerapan learning organization. Selanjutnya, learners memanfaatkan kesempatan belajar yang diberikan tersebut melalui jalur pembelajaran dan jalur pembelajaran non pelatihan yang meliputi kegiatan belajar terstruktur, belajar dari orang lain melalui kegiatan coaching, mentoring, pemberian feedback, dan partisipasi dalam community of practice, serta belajar dari pengalaman dengan melakukan praktek langsung (doing what we know). Rangkaian kegiatan belajar tersebut tercakup di dalam komponen keenam yaitu learning solutions.
Dalam sebuah learning organization, setiap jalur pembelajaran dikelola secara sistematis melalui pendekatan komponen ketujuh yaitu Learning Value Chain untuk dapat menghasilkan kegiatan pembelajaran yang aplikatif, relevan, mudah diakses dan berdampak tinggi. Learning Value Chain dimulai dengan tahap perencanaan untuk menangkap kebutuhan pembelajaran, pengembangan desain pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran yang efektif, serta pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang valid. Tahapan kegiatan LVC ini harus dapat diwujudkan di dalam proses menciptakan program atau kegiatan pembelajaran untuk memastikan program atau kegiatan pembelajaran yang dirancang tersebut sudah sejalan dengan tujuan strategis organisasi.
Keberhasilan belajar learners tercermin di dalam komponen kedelapan yaitu learners’ performance. Sejalan dengan 3 level learners, learners’ performance juga mencakup 3 level performance, individual performance, team performance, dan organizational performance. Untuk dapat mencapai learners’ performance sangat dibutuhkan peran pimpinan pada komponen-komponen tersebut. Peran Pimpinan adalah komponen kesembilan dalam LO. Peran pimpinan, selain dibutuhkan untuk menjaga konsistensi keterkaitan kegiatan belajar dengan tujuan strategis organisasi, dibutuhkan juga sebagai figur yang menjadi role model belajar. Peran pimpinan juga penting untuk memastikan bahwa setiap komponen Learning Organization serta elemen organisasi mampu bekerja secara optimal. Peran pimpinan ini dijabarkan di dalam komponen leader participation in learning process dimana peran tersebut mencakup tapi tidak terrbatas pada leaders as role models; leaders as teachers; leaders as coaches, mentors, and counselors (CMC); dan kepemimpinan yang berpikiran maju (forward-thinking leadership).
Terakhir, untuk memastikan adanya peningkatan kualitas dalam implementasi Learning Organization, maka di setiap tahapan serta di akhir proses diperlukan adanya evaluasi secara berkala. Evaluasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran adanya kesenjangan antara hasil implementasi Learning Organization dengan target yang diharapkan. Proses evaluasi juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi peluang perbaikan yang sejalan dengan perubahan proses bisnis organisasi, perubahan kebijakan, serta dinamika eksternal organisasi. Feedback diberikan agar organisasi mendapatkan gambaran yang jelas atas kualitas implementasi learning organization berdasarkan review secara detail dan menyeluruh terhadap keseluruhan hasil evaluasi dan tindak lanjutnya.
Semoga penjelasan tentang sepuluh komponen Learning Organization di Kemenkeu ini bermanfaat buat pembaca semua. Sampai bertemu di seri Corporate University lainnya….